Dalam aksi tersebut para demonstran juga sempat melakukan penutupan jalan selama 2 jam lebih sehingga menyebabkan kemacetan berkilo-kilo meter. Selain itu mereka juga melakukan pembakaran ban bekas sebagai bentuk protes mereka kepada dua Pemerintah Daerah (Pemda) yakni Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bogor.
Seperti diketahui, Jalan Raya Legok-Parungpanjang merupakan salah satu akses jalan yang menghubungkan langsung antara Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang. Akan tetapi akses jalan tersebut kerap digunakan mobil atau kendaraan bertonase lebih, seperti truk tanah dan pasir, akibatnya sepanjang Jalan Raya Legok-Parungpanjang mengalami kerusakan berat, dan juga berlubang.
Menurut Ketua Kordinator Aksi, Syamsu Hidayatullah, kerusakan Jalan Raya Legok-Parungpanjang sudah terjadi sejak tahun 2003 silam, namun belum pernah dilakukan perbaikan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang maupun Pemerintah Provinsi Banten. Belum lagi, kata Syamsu, Pemerintah Kabupaten Bogor juga bertanggungjawab atas kerusakan jalan ini.
“Sebab Pemerintah Kabupaten Bogor, telah melakukan jalur buka tutup di wilayah perbatasan yakni jalur Gunung Sudamanik dan Gunung Rumpin yang mengakibatkan mobil truk tanah dan pasir beralih melalui jalan Raya Legok-Parungpanjang. Maka dari itu kami meminta kepada Pemda Bogor untuk tidak membuat jalur buka tutup,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Syamsu, Pemerintah Provinsi Banten juga harus membuat Peraturan Gubernur (Pergub) tentang jam operasional truk bertonase lebih. Serta melakukan perbaikan Jalan Raya Legok-Parungpanjang.
“Sudah sangat lama masyarakat menunggu kebijakan-kebijakan untuk perbaikan jalan dan pengurangan truk-truk besar ini. Belum lagi seringnya terjadi kecelakaan di jalan ini, karena dari catatan kami, sedikitnya dari bulan Oktober 2018 hingga sekarang telah terjadi 6 kecelakaan yang menyebabkan kematian dan itu semua sebagian besar adalah pelajar,” katanya.
Salah satu warga Kecamatan Pagedangan, Jaro Tata menambahkan, kalau masyarakat Kecamatan Pagedangan dan Kecamatan Legok sudah mengadu ke Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Pemerintah Provinsi Banten. Namun, hingga saat ini sejak aduan tersebut mereka sampaikan pada tahun ini belum ada tindakan apapun.
“Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Provinsi Banten menjanjikan selama tujuh hari kedepan sejak kami mengadukan persoalan ini akan melakukan perbaikan untuk jalan yang berlubang, atau tambal sulam. Tapi sampai saat ini realisasinya tidak ada,” ungkapnya.
Masyarakat, lanjut Jaro, juga sudah melakukan sejumlah audiensi dengan pihak Pemerintah Kabupaten Bogor. Terutama pada Kecamatan Parungpanjang, untuk melakukan pembukaan sepenuhnya pada jalur-jalur alternatif yaitu di Gunung Sudamanik dan Gunung Rumpin.
“Pemerintah Kabupaten Bogor melakukan jam buka tutup di jalur-jalur alternatif itu, namun selama ini Pemerintah Kabupaten Bogor tidak pernah berkoordinasi dnegan Pemerintah Kabupaten Tangerang ataupun Pemerintah Provinsi Banten. Hasil audiensi tersebut juga sampai saat ini tidak ada, pihak kecamatan hanya mendengarkan tapi tidak melakukan apapun,” pungkasnya.