Mang Akol begitu panggilan akrabnya, yang sudah renta dan sakit sakitan ini, harus bertahan hidup dalam gubuknya seluas 3x3 meter hanya berlantai tanah, berdinding bilik bekas yang penuh lubang, serta ranting ranting pohon. Tak ada perabotan, yang ada hanya sebuah kasur tipis dan lusuh, serta sebuah tungku masak kayu dan beberapa alat dapur serta gelas dan piring makan.
Rumah Mang Akol yang terpencil di antara sawah dan irigasi ini, kemungkinan membuat luput dari perhatian pemerintah. Awak media ini yang mengunjungi mang akol sangat prihatin melihat situasi dan kondisi tempat tinggal yang tidak layak huni, serta tinggal di atas Empang dan dikelilingi comberan.
Kepada awak media ini, mang akol bercerita tentang kondisinya, "Saya sudah kurang lebih 13 tahun tinggal disini, saya sudah sakit sakitan, saya tinggal sendiri di sini, untuk makan sehari hari, saya hanya berharap dari pemberian keluarga dan tetangga, saya tidak bisa cari uang lagi, karena kondisi yang sudah tidak berdaya (lumpuh)," ujarnya sedih, Minggu (12/10/2019).
"Sebelum saya sakit sakitan, dulu saya masih bisa cari uang dengan kerja kuli bangunan dan serabutan, tapi sekarang tidak lagi karena sudah tidak berdaya sama sekali, karena lumpuh total," paparnya.
Saat ditanyakan apakah dirinya dapat bantuan pemerintah, mang akol mengatakan jika dirinya tidak pernah mendapat bantuan, dari pemerintah desa, kecamatan ataupun pemerintah daerah kabupaten Tangerang.
"Kalau pemerintah bisa membantu, saya bersukur sekali, karena saya sudah tua dan sakit sakitan begini, tidak bisa lagi bekerja cari uang sendiri untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari," ungkapnya.
Kondisi mang akol yang lumpuh, membuatnya sudah sulit bergerak, ditambah lagi dengan kondisi tubuh yang semakin hari semakin sakit parah.
Hanya tanah basah yang menjadi alas gubuk berdinding kayu lapis serta anyaman bambu. Tak ada yang baru, semuanya sudah terlihat usang. Bahkan lubang dinding menganga di mana-mana. Serta pondasi yang mulai keropos dan genteng pun sudah banyak yang pecah, kalau hujan pasti bocor, dan kalau musim panas pasti kepanasan.
Udara malam pun leluasa menghujam tubuh mang akol yang sebatangkara itu. Panas terik matahari di siang hari juga memanggang kulitnya. Hanya sebuah ranjang kayu usang yang menjadi tempat untuk merebahkan tubuhnya.
Untuk diketahui, Pada tahun 1990 mang akol bekerja merantau ke Banjarmasin, dan bekerja sebagai buruh serabutan, dan mengalami musibah tahun 2007 lumpuh total, akibat sering mandi malam (rematik).
Pada tahun 2006 mang akol memiliki istri di Banjarmasin, Kalimantan Timur, dan mempunyai 2 orang anak di Banjarmasin juga, Anak Pertama Rionaldo (Aldo) 23 tahun, Anak Kedua Agus Jaya (14) tahun.
Sejak kejadian terkena musibah sakit lumpuh total pada tahun 2007, Semua istri dan anaknya kabur ke Banjarmasin, sudah 13 tahun. Dan sampe hari ini tidak ada komunikasi sama sekali.
Sementara itu, Ketua RT.07 Siman mengatakan, Kami berharap pemerintah daerah juga dapat membantu kondisi mang akol dengan membedah rumah tersebut hingga layak huni.
Kondisi kehidupan adalah gambaran kecil masyarakat kurang mampu yang ada di Kabupaten Tangerang. Upaya Pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan harus benar-benar terwujud dan bukan hanya slogan saja.
“Pemerintah Kabupaten Tangerang bersama instansi terkait diminta untuk lebih proaktif dalam memperhatikan kondisi kehidupan masyarakat di daerah ini, khususnya kepada mereka yang masih membutuhkan sentuhan bantuan dari pemerintah dan para dermawan,” ujarnya.
(Mad Sutisna)