Namun ahir ahir ini Pers tidak cukup awas dan waras untuk menjadi moderator akal sehat didalam kontestasi dan debat politik,rakyat butuh jurnalis publik, bukan jurnalis privat atau humas penguasa dengan brosur- brosur,iklan-iklan penuh harapan dan impian, jurnalis publik yaitu jurnalis yang terus dan terusmenerus mencerdaskan kehidupan bangsa, memerangi kebodohan, kemiskinan, dan ketidak adilan, bukan mengedarkan jenis kebodohan dangkal dan semacamnya dengan keberpihakan dan tidak seimbang dalam menyajikan sebuah informasi, lebih lebih menutup dan mengubur informasi publik yang secara jelas fakta adanya kegiatan acara reuni Akbar 212 yang sangat monumental itu.
Diera tekhnologi informasi dan keterbukaan informasi publik, Pers nasional yang seharusnya menjadi pionir dan garda terdepan didalam menyajikan dan menyampaikan suara rakyat, justru hal ini sebagian masyarakat telah mengabil alih peran Pers itu sendiri,sebagai cityzen journalist (jurnalisme warga) melalui SosMed yang memiliki insting dan intuisi, kepekaan terhadap apa yang terjadi direpublik ini, Dalam konteks demokrasi, tentunya tidak dibenarkan ada pihak pihak mendiskriminasi maupun mengkriminalisasi terhadap tupoksi jurnalis apalagi patut diduga adanya intervensi secara masif dan systemik untuk membungkam para kuli tinta yang tidak punya nyali dan keberanian oleh penguasa dan pengusahanya.
Hal itu dikatakan Ozzy Sulaiman Sudiro Sekjen Majelis Pers dan juga Ketua Umum KWRI sekaligus pelaku sejarah perjuangan Kebebasan Pers Indonesia 98.
Dikatakan Ozzy, sungguh sangat memperihatinkan Wajah Pers Nasional kita saat ini,diera kemerdekaan Pers, justru banyak umat Pers dengan sengaja telah meninggalkan kemerdekaannya, netralitas, harga diri dengan menggadaikan idelismenya menjadi alat komoditas politik tertentu, itu adalah penghinatan nurani dan lebih tepat mendapat apresiasi penghargaan Award sebagai pelacur profesi.
Satu hal tidak bisa dipungkiri karna fenomenanya Pers Nasional kita banyak didominasi oleh penguasa dan pengusaha Pers yang juga para kapitalis dan politikus, jelas sudah terjadi kepentingan diatas kepentingan pribadi,golongan dan kroninya saja, sebagai bentuk perselingkuhan yang melahirkan ide dan gagasan haram tanpa mengedepan obyektifitas sebuah berita, hal ini jika terus berjalan akan berdampak preseden buruk dan berpotensi membunuh demokrasi yang sehat dan bermartabat.
Ozzy berpendapat, Aksi reuni akbar 212 yang sudah berlangsung, adalah merupakan sebuah kegiatan fenomenal sekaligus menjadi monumental yang menjadi catatan sejarah bagi perjalanan bangsa indonesia,sebagai simbol gerakan umat dengan nuansa kebatinan yang sama, mengais keadilan,
namun sungguh sangat disayangkan media media komperador, mainstream tidak menyiarkannya bahkan menutup mata dari fakta aksi 212 tersebut yang penuh damai dan bermartabat, namun patut kita memberi apresiasi penghargaan setinggi tingginya dan diberi label kepada TV One sebagai stasiun televisi Rakyat.bukan memang beda tapi juga berbeda diantara yang beda bukan diantara yang sama.
Ozzy menilai "disinilah kecerdasan masyarakat dan pers Indonesia diuji oleh Aksi reuni akbar 212 Yang di adakan di Tugu Monas merupakan Momentum dan fakta yang sangat luar biasa bagi umat islam indonesia tentunya, bahkan diikuti dari berbagai umat non muslim yang hadir dan membaur sebagai bentuk perwujudan persatuan dan kesatuan bangsa indonesia bahkan duniapun mengakuinya."Itu artinya menepis anggapan miring dan stigmatisasi terhadap umat islam, yang selama ini sebagian orang mencap dan menganggap tidak toleran,pancasilais dan anti NKRI.. pembuktian itu terbalik namun secara faktual telah terjadi jutaan masyarakat Indonesia berkumpul di Monas yang penuh haru biru hanya lapadz asma allah yang diagungkan dan lagu-lagu nasionalisme,patriotisme seperti lagu indonesia raya bergema hingga menembus dimensi ruang kesadaran jiwa,yang damai dan bermartabat"Jelas Ozzy.
Tambah Ozzy, Media Media International menyoroti pristiwa reuni Akbar Alumni 212, bahkan sebagai Headline News kerena mampu mengumpulkan umat islam dari berbagai penjuru dengan jumlah yang cukup besar. Tentunya momen tersebut layak dan patut dijadikan contoh untuk Negara Negara lain, Bahwa islam diindonesia adalah "Rohmatan Lil alamin" yaitu islam yang cinta damai sangat menghormati dan menghargai sesama umat. singkat Ozzy.
Memang tidak bisa dipungkiri, fase Politik 2019 dengan suhu panasnya yang seharusnya membuat otak jadi lumer bukan membeku, disinilah kecerdasan kita diuji sebagai umat Pers. Berbagai kepentingan masuk, termasuk para umat Pers sulit dan dilematis apalagi terancam Polisi dapur, jadi antara idealisme dan praghmatisme yang sulit terelakan di tahun politik.yang seharusnya Pers harus berpolitrik bukan berpolitik.
Kalo media saja sudah terkotak kotak mengharapkan nasi kotak, jangan harap bangsa ini bersatu, karna pers mempunyai tugas dan andil besar yang diemban sebagai alat pemersatu bangsa, bukan mau dikotak kotakan sama yang ngga punya otak,Tentunya hal ini akan memicu distabilitas,disintegrasi bangsa, jika Pers yang masih cerdas atau dengan tujuan yang waras, maka segeralah kembali kejalan yang benar sebelum jatuh strook dan jantung berdebur-debur karna tidak nyenyak tidur atau tidur selamanya bangun bangun tinggal nulis berita alam kubur...