Nota pembelaan pribadi Ade Yasin ini dibacakan secara daring dan sempat membuat sejumlah pengunjung sidang menangis mendengar curhat pribadi Ade Yasin. Ade membeber bagaimana proses penangkapan KPK yang diklaim sebagai OTT itu hingga proses sidang yang berlangsung di PN Tipikor.
"Semuanya clear, tak ada perintah, tak ada instruksi dan tak ada pengondisian dari saya. Jika keadilan sudah terbuka lebar, mengapa saya dituntut bertanggung jawab atas perbuatan yang tidak saya lakukan?" ungkap Ade Yasin sambil terisak-isak menangis.
Ia meyakini majelis hakim akan objektif dalam memberikan putusan. Pasalnya, 39 saksi yang dihadirkan Jaksa KPK dan dua saksi ahli memberikan keterangan di persidangan bahwa Ade Yasin tak terlibat. Terdakwa lainnya bahkan mengaku tidak mendapat perintah dari Ade Yasin dalam melakukan dugaan suap.
"Jika melihat fakta persidangan tidak ada satu saksi pun yang mengatakan bahwa saya terlibat dalam perbuatan tersebut, lalu dimana letak kesalahan saya?" tuturnya.
Atas dasar itu, Ade Yasin meminta kepada hakim agar membebaskan dirinya dari segala macam tuduhan, dakwaan dan tuntutan.
"Demi Allah, saya tidak menyimpan niat lain, kecuali hanya ingin meminta keadilan bahwa saya tidak pernah melakukan perbuatan yang didakwakan kepada saya oleh Jaksa Penuntut Umum," kata Ade Yasin.
Ia juga kembali menceritakan mengenai awal penjemputan dirinya di rumah dinas oleh petugas KPK menjelang santap saur empat hari sebelum Idul Fitri 1443 Hijriah, yang kemudian diumumkan sebagai peristiwa operasi tangkap tangan (OTT).
Saat itu, Ade Yasin didatangi beberapa orang yang mengaku dari KPK, kemudian dirinya diminta memberikan keterangan di kantor KPK atas ditangkapnya beberapa orang pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor karena diduga memberi suap kepada auditor BPK.
"Setelah berdiskusi dengan Dandim dan Kapolres Bogor, saya diminta mengikuti arahan tersebut, toh saya hanya akan dimintai keterangan saja. Tapi, setelah beberapa jam saya berada di gedung KPK, muncul pemberitaan menyudutkan, Ade Yasin tertangkap OTT oleh KPK bersama pegawai Pemda dan BPK," bebernya.
Seperti diketahui, pada persidangan sebelumnya, Jaksa KPK menuntut kepada hakim agar menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dengan denda Rp100 juta dan subsider enam bulan kurungan kepada Ade Yasin serta hukuman tambahan pencabutan hak politik selama lima tahun.
"(Menuntut) hukuman tiga tahun untuk Ade Yasin, lalu denda Rp100 juta dan subsider enam bulan," kata Jaksa KPK Rony Yusuf.
Sementara itu, Kuasa Hukum Ade Yasin, Dinalara Butar Butar meminta majelis hakim membebaskan terdakwa Ade Yasin karena dari seluruh pasal yang didakwakan tidak terpenuhi unsurnya.
"Kami meminta majelis Hakim yang mulia untuk membebaskan terdakwa serta memulihkan nama baiknya," pinta kuasa hukum Dinalara.
Menangapi tidak adanya tanggapan atau replik atas nota pembelaan kliennya dari Jaksa KPK, menandakan pekara dugaan suap auditor BPK itu sudah terang benderang dengan tanpa keterlibatan Ade Yasin.
"Kalau JPU tidak bikin replik itu memang haknya dia (jaksa). Tapi menurut kami juga sih buat apa lagi membuat replik, toh sudah terang benderang kami bukakkan semua di dalam pembelaan," kata Dinalara.
Meski begitu ia menghormati tuntutan jaksa yang dibacakan pada persidangan Senin (12/9). Kemudian, dirinya optimistis majelis hakim objektif dalam membuat putusan yang akan dibacakan pada Jumat, 23 September 2022.
"Kita hormati keputusan JPU yang tidak membuat replik. Dengan tidak adanya replik, maka otomatis kami penasihat hukum tidak akan membuat duplik," ujarnya.
"Kalau JPU tidak bikin replik itu memang haknya dia (jaksa). Tapi menurut kami juga sih buat apa lagi membuat replik, toh sudah terang benderang kami bukakan semua di dalam pembelaan," ujar Dinalara didampingi Kuasa Hukum Ade Yasin lainnya, Roynal Pasaribu, Jourda Ugroseno dan Kepler Sitohang.
Dalam persidangan yang digelar di Ruang Sidang IV, Soebekti, Pengadilan Negeri Tipikor Bandung itu, Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih menunda persidangan hingga hari Jumat 23 September 2022 dengan agenda pembacaan putusan hakim atau vonis.
Pengacara Menilai Pencabutan Hak Politik Ade Yasin Melanggar Pasal 35 KUHP.
Selain menyoroti hukuman badan, Pengacara terdakwa Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin, Dinalara Butar Butar juga menyoroti hukuman tambahan terhadap Ade Yasin berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani masa hukuman. Dina menilai hukuman tambahan yang dituntut Jaksa KPK ini justru melanggar undang undang, yaitu pasal 35 KUHP. Dina meminta majelis hakim mengabaikan tuntutan jaksa KPK.
Seperti diketahui dalam tuntutannya Jaksa KPK meminta majelis hakim PN Tipikor Bandung menjatuhkan hukuman penjara 3 tahun, dan denda Rp 100 juta terhadap Bupati Bogor Nonaktif Ade Yasin karena dugaan aktif terlibat dalam suap auditor BPK Jabar. Jaksa menuduh Ade Yasin memerintahkan anak buahnya melakukan penyuapan.
Dalam nota pembelaan yang berlangsung siang tadi, Dina menilai tuntutan pencabutan hak politik tersebut mengada ada dan bahkan melanggar pasal 35 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP ) yang menyatakan dalam hal hukuman tambahan bisa dilakukan sepanjang hukuman tersebut diatur dalam pasal utama yang didakwakan.
"Nah dalam pasal nomor lima undang undang tipikor, tidak diatur point pidana tambahan. Jadi kalau nekat ada pidana tambahan berarti tidak ada dasar, dan justru melanggar UU, " tegas Dina.
(Billy Adhiyaksa)