Lebak, Lensa Fokus;- Jembatan gantung di Kampung Somang, Desa Sukarame, Kecamatan Sajira, putus dari kedua belah ujungnya. Beton kedua pondasi jembatan tersebut jebol, akibat di terjang bongkahan “awi sadapur” atau serumpun bambu ( bambu sadapur- red bahasa sunda) dalam peristiwa banjir bandang yang meluluhlantakan desa ini dan perkampungan lainya, Rabu (1/1) siang.
Wartawan Lensa Fokus, Ikhwan Dimas Permana, yang terjun ke lokasi bencana, Kamis (2/01), menyaksikan kepiluan masyarakat setempat. Warga yang dibantu para relawan bersama TNI/POLRI, BPBD dan Tagana, bergotong royong membersihkan rumah warga. Selain itu, mengangkat lumpur, bongkahan batu, pepohonan besar dan batang kelapa yang berserakan dan menutup akses jalan menuju Kampung Somang.
Sementara, excavator atau beko ukuran kecil “milik” kelompok tani bantuan dari Dinas Pertanian Kabupaten Lebak dan dioperasikan Andre, dirasakan membantu dalam menyingkirkan bongkahan bebatuan dan kayu-kayu yang berserakan disekitar rumah penduduk dan menghalangi jalan.
Di bantaran sungai Ciberang, anggota Brimob dari Serang dan personil POLRI dari Polres Lebak, mengevakuasi masyarakat Somang dan sekitarnya untuk menyebrang ke jalan raya Sajira. Masyarakat Somang dan sekitarnya baru hari ini (Kamis, siang-red) bisa menyebrang kejalan raya, setelah sehari semalam lebih “terkurung” di kampung tersebut. Kampung Somang, merupakan kampung terpadat di Desa Somang dan Sukajaya. Di kampung ini terdapat sekitar 1.500 rumah.
“Sampai dengan tadi pagi, kami belum bisa menyebrang, karena kali Ciberang masih deras. Sejak kejadian banjir, masyarakat mengungsi ke kampung Sanding atau melewati Kalawijo, Kecamatan Muncang, untuk kemudian berputar melewati Gajrug, Kecamatan Cipanas atau Leuwidamar, jika ingin sampai ke ujung (seberang kampung).” kata Suminta, warga Somang di lokasi bencana, Kamis (2/01).
Menurut Suminta, saat kejadian pada hari Rabu, hujan turun cukup deras. Ia bersama warga lainya tengah berada di sekitar warung yang terletak di ujung jembatan (jalan Sajira). Sekitar jam 8.15 WIB air di kali Ciberang, naik. Namun sampai sebatas kaki dan surut lagi. Sesaat kemudian, terdengar suara bergemuruh. Air bah yang begitu deras, bersama material seperti kayu-kayu besar dan bambu, menghantam jembatan. Air itu begitu deras dan menakutkan. Warga berlarian ketempat yang lebih tinggi, ke jalan raya Sajira.
Dari kejauhan, nampak kendaraan truk berisi muatan penuh tabung gas elpiji mengambang. Truk itu menghantam bentangan kawat jembatan dan mengeluarkan suara yang cukup keras. Dan jembatan itu pun putus.
Sementara material pepohonan berikutya datang lagi menghantam rumah yang berada dipinggir kali. Rumah itu pun roboh. Rumah yang roboh ini, bersamaan dengan material lain menghantam enam rumah berikutnya. Dan sebanyak enam rumah di ujung jembatan ini pun jebol, yang yang tersisa hanya pondasi.
“Abdi sempat bengong pa, kaget jeung ngadegdeg. Umur geus 60 tahun, kara kuari nempo banjir Ciberang gede jeung kenceng pisan. Pokona ngeri di caritakeun mah ( saya sempat gemetar, meihat banjir seganas itu. Usia saya sudah 60 tahun, baru kali ini menyaksikan banjir bandang seganas itu).” Jelas Suminta, dalam dialek sunda khas Banten. Jembatan kali Ciberang di Kampung Somang, merupakan prasarana transportasi masyarakat Desa Sukarame dan Sukajaya, dari dan arah ke jalan raya Sajira.
Eka, pendamping Desa Sukarame, menjelaskan, masyarakat untuk sementara di tampung di Kantor Desa Sukarame dan ada yang menumpang di kerabatnya. Bantuan dari masyarakat sekitarnya sudah mengalir sejak peristiwa banjir terjadi pada hari Rabu. Masyarakat masih memerlukan bantuan makanan, obat-obatan dan lampu penerangan, karena jaringan listrik terputus. —(em)